Jumat, 16 Desember 2016

PRAHARA PAGI RUMAH SENTHIR

Pagi ini, seperti biasa bunda Nindya Gilingan Gabah sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk anak-anak.
Bunda sudah terbangun sejak jam 4 pagi sedikit lebih pagi dari biasanya bukan karena bunda sedang ingin bangun lebih pagi tapi entah kenapa semalam bunda “metindhihen” - semacam halusinasi setengah nyata setengah mimpi – yang mungkin akibat begitu stressnya menghadapi tingkah polah anak-anak senthir setiap harinya bikin kekacauan di seluruh penjuru sehingga sampai terbawa menjadi nightmare .

Dalam halusinasi bunda semalam seolah-olah tiga anaknya yang berukuran jumbo berebut minta pangku dan gelendotan di tubuh bunda yang saat ini memang staminanya mulai sedikit menurun dibandingkan beberapa tahun lalu.

Pertama Ikhasur yang tiba-tiba telah berada di pangkuan bunda sambil memeluk toples kesayangannya yang juga berukuran jumbo yang bila semenit saja isinya kosong itu sama artinya dengan bencana nasional di keluarga senthir.
Ia akan histeris dengan teriakan yang terdengar dalam radius 3 KM dan mbrakoti apa saja yang ada di sekitarnya.

Pernah suatu ketika bunda lupa mengisi toples Ikhasur karena sekarung krupuk tengiri kesukaannya masih tersimpan di lemari dapur tapi lemari dapur tak bisa dibuka karena kuncinya ditelan Mamat tanpa sengaja waktu dia rebutan kripik singkong melawan Ikhasur dan bentuk anak kunci yang pipih itu dikiranya sebagai rontokan kripik singkong. Dan kekosongan toples Ikhasur selama bunda ndobrak pintu lemari dapur itu cuma beberapa menit saja, tapi ternyata sebuah talenan kayu bunda dan juga gagang pintu ruang tengah telah lenyap dan tinggal tersisa beberapa rontokannya yang berhamburan di lantai mirip sisa cakaran joe taslim-nya Wiwi. Makanya sejak kejadian itu bunda seperti trauma, panik tingkat delapan penjuru mata angin saat persediaan camilan Ikhasur menipis dan selalu memastikan bahwa toples kesayangan Ikhasur harus selalu terisi camilan.

“Ada apa to cah ayu… koq tumben bermanja-manja sama bunda”, tutur bunda bijak sambil sedikit meringis dan nafas yang agak tersengal karena berasa dua karung beras berada di pangkuannya.

“Aku lagi sebel bund sama Nifisius tuh.. masa nyuruh aku asah-asah bund, lha nek aku asah-asah tato di tangan yang susah-susah kubuat di Malioboro ini yo iso luntur to”, jawab Ikhasur yang tentu saja di antara suara giginya yang masih setia tetap lahap mengunyah.

Masih dalam keadaan nafas ngos ngosan akibat Ikhasur dalam pangkuan, tiba-tiba dari teras depan Mamat yang memang jarang pake baju itu lari menubruk bunda dan Ikhasur yang lagi asik ngobrol.

Dia dorong Ikhasur bergeser supaya bisa duduk di sebelah kaki bunda saja dan kaki satunya buat ia duduk, tentu sambil mendorong seperti biasa adegan tabok2an rebutan makanan antara Ikhasur dan Mamat selalu terjadi karena pada saat yang sama, tangan kiri Mamat menerobos barikade pertahanan toples Ikhasur dan  “hap!!” segenggam kacang bawang telah berada di tangannya.
Tentu ini adalah sebuah bencana buat Ikhasur dan tangan kiri Mamatpun jadi korban brakotan Ikhasur.

Tinggal bunda yang semakin engap karena adegan itu terjadi dengan kedua kaki bund sebagai tumpuan.

“Duh gustiiii…!!”, tercekat keluhan bunda Nindya di tengah keriuhan itu.

Dalam halusinasi di tidurnya, bunda Nindya telah berusaha untuk terbangun tapi sulit sekali, dan setelah berulangkali dicoba akhirnya bunda terjaga dari nightmare sesaat setelah dalam mimpinya kepala Mamat dikepruk pake toples oleh Ikhasur.

Sedikit lega bunda terduduk ngelus dada sambil berucap syukur karena ternyata adegan mangku dua buntelan petikemas itu cuma dalam halusinasinya.  Sesaat setelah itu bunda Nindya mencoba kembali memejamkan matanya dengan harapan tidurnya akan lebih tenang.
Tapi ternyataa…..

“Bundaaaaa…..!!”, teriakan Pingping yang keluar dari kamarnya dengan langkah gontai itu mengejutkan bunda, Ikhasur dan Mamat yang sudah “reda” dan dengan tenang duduk di pangkuan kedua kaki bunda meski beradu punggung karena itu cara bunda untuk melerai mereka berdua agar tangan Mamat tidak bisa menjangkau toples Ikhasur.

“Opo meneh iki?”, gumam bunda sambil gak bisa bayangin kalau bemper Pingping juga harus berada di pangkuan bunda lagi.
Langkah PingPing yang tak kunjung sampai, dengan sandal suwalo yang diseret itu menandakan bahwa ia sedang dalam galau tingkat dewa, begitu yang ada di benak bunda.

Sementara Mamat masih asik jilatin sisa rasa asin kacang bawang di jari-jari kirinya yang tadi berhasil masuk ke toples Ikhasur sambil sesekali mencoba tetap menggapai toples dalam pelukan Ikhasur. 

“Bundaaa….! Pingping harus gimana ini?”, serak galau suara Pingping sambil tunjukin HP yang lagi onlen pesbuk.

“Pingping diinbox sama temen pesbuk.. Kaya’e ganteng sih bund.. Tapi masa ngajak ketemuwan di gereja blenduk bund. Nanti kalo aku ketuker piye jal? Aku kan bentuknya mirip sama blenduknya itu Hiks!!”, mata yuyu Pingping mulai berkaca-kaca karena galau setadium empatbelas.

Mungkin curhatan anak wedoknya yang ratu galau ini terdengar biasa, tapi saat menyampaikan curhatnya itu yang bikin bunda makin tertekan karena Pingping gelendotan di punggung bunda sambil memeluk leher bunda tanpa mempedulikan Ikhasur dan Mamat yang tonasenya sudah di atas ambang batas maksimal.
Dan ketika ditambah dengan beban tubuh Pingping yang lebarnya hanya beda beberapa milimeter saja dengan ringin kembar di alun-alun Jogja, tentu ini menjadi beban yang luar biasa buat bunda Nindya.

Sadar bahwa ini hanya halusinasi, bunda tak ingin menyempatkan menjawab curhatan Pingping dan lebih memikirkan bagaimana caranya agar segera terjaga dari mimpi buruknya ini.
Satuuu…!! Duaaaa…!! Tigaaa..!! Dengan segenap sisa tenaganya Bunda Nindya berhasil memaksa berdiri dan membebaskan diri dari ketiga anaknya yang mengganggu tidurnya sepanjang malam.

Untuk kesekian kali bunda Nindya terduduk kembali sambil ngelus dada dan untuk kali ini saat melirik jam dinding telah menunjukkan pukul 4 pagi. Bunda tak ingin mengulang kembali mimpi buruknya dan memutuskan untuk turun saja dari tempat tidur.



Sunyi…  Jam di dinding menunjuk pukul 6 pagi. Penghuni rumah keluarga senthir masih terlelap dan semua tertidur di ruang tengah dimana radio usang milik kelurga senthir disimpan. Semalam seisi rumah masih debar (denger bareng) siaran terakhir Pingping di radio Asmara sebelum dipecat gara-gara tiga sodaranya – Mamat, Wiwi dan Tekwan- rusuh di studio berantem melawan Cuci Marun yang belakangan diketahui juga ikut dimutilasi atau apa gitu istilahnya. Pokoknya akhirnya dia didapuk jadi opis gel karena tragedi radio Asmara itu.

Sungguh miris menyaksikan bentuk tibar (tidur bareng) keluarga senthir. Ikhasur yang tetap setia memeluk toples camilan kesayangannya ngorok di tengah ruangan dengan kedua kaki berada menindih pas di kuping kanan tante RusRus yang berposisi miring dan sudah tentu ngiler tak terbendung. Di depan tante RusRus terlihat Dian Taragunung yang tertidur tengkurap dengan pantat pas di depan perut tante RusRus dan pantat Dian dimanfaatkan Didot sebagai bantal. Didot yang masih mengenakan wig warna ijo daun ala Jenita Janet sambil memeluk boneka barbie yang rambutnya botak karena dicabut dipakai wig waktu ia terobsesi jadi barbie. Bibir seksinya udah tak berbentuk karena iler dan lipgloss yang sudah bersenyawa.  Sementara di sudut ruangan Tekwan, Mamat dan Pingping yang semalam pulang dari radio Asmara langsung ndlosor dengan sukses bertumpukan. Tekwan yang ramping di posisi atas menindih perut dua saudaranya yang berukuran tampungan air kapasitas 1000 liter itu. Seolah Tekwan sedang tidur di atas “Rompal sepringbed” yang ternama itu, sementara Mamat dan pingping serasa ditindih guling kecil yang hangat. Jadi yang terjadi pada ketiga saudara itu sebenarnya adalah simbiosis mutualisme, meskipun orang awam menterjemahkan kondisi itu dengan kata“miris”.
Tapi Nifisius terlihat tak berada di antara tibar keluarga senthir ini?

“Ma’eeeeee….! Ma’eeeeeee…..!!!”, teriakan Nifisius yang tiba-tiba memecah pagi sambil berlarian dari depan rumah. Nifisius terus berlari menuju bunda Nindya yang sibuk di dapur.

Tak bisa dihindari lagi para penghuni “area tibar” terinjak-injak Nifisius dan terbangunlah mereka sehingga suasana gaduh tentu segera terjadi.

“Haduh…!! Telorku… oh telorku!!”, pekik Mamat yang terinjak pada onderdil utamanya.

”Eh..!! Gile ya..!! Lu pikir guweh tritmil!! Lari-lari di punggung guweh! Hajar nih!”, Dian teriak sengit sambil ngacungin tinju ke arah Nifisius.

Sementara Didot sibuk membetulkan wignya yang lepas karena keinjek bagian ubun-ubunnya.

Tante RusRus yang kebetulan selamat dari injakan itu, tetep berusaha memancing di air keruh.
“Nif… mending balik lagi aja, biar masing-masing kepidak dua kali kan seimbang..” kata-kata provokator terdengar meluncur dari Tante RusRus sambil benerin tali piyama ala Oshin kesayangannya.

“Aku berada di antara prahara pagi..
Sesungguhnya harga diriku telah terinjak-injak di pagi ini.
Gustiiii….. paringono sabaaarr…”,
Status FB PingPing terlihat teraplod dari HPnya beberapa detik setelah bagian bemper yang merupakan bagian andalannya menjadi korban injakan Nifisius.

Seperti biasa, komen segera membanjir tanpa solusi :

SuperBenjo :
Lha hargamu piro yu…
Tak tukune…
Wkwkwkwk

EstuEkaLuvMasAaForever :
Oalah mbaakkk… lha mbok ndang rene jogging bareng, bar kuwi mangan bubur ayam telung mangkok ngko tak bayari.
Daripada galau isuk-isuk to..?

Gusti Random :
Lho mbak.. nyariin saia toh? Koq sebut-sebut nama saia
Jiakakakakakakkkkk…

Sabarudin bin Mahmud :
@ Gusti, tak keplak gundulmu lho… Dosqi lagi nyariin ghuweh tuh…
Wkwkwkwk
# malah rebutan

Bunda Nindya yang lagi nguleg bumbu sangat terkejut dan ulekan terlempar jauh ke tumpukan panci kotor di sudut dapur. Tak ayal rumah kelurga senthir semakin riuh dan gaduh ke radius satu kilometer di delapan penjuru mata angin.

“Ada apa to nak… senengane koq teriak-teriak lho ah.. Bikin gaduh aja pagi-pagi to nak..”, jawab bunda dengan sisa sabar yang ada, sesaat setelah kagetnya usai.

Nifisius meringis menahan sakit menunjukkan jari tangannya yang luka-luka yang dari tadi digenggamnya sambil berlarian.

“Ya ampuunnn…. Ini kenapa jari-jarimu nak..?”, bunda panik sambil mencari obat luka “Bedakin” yang kemarin dibeli waktu dengkul Mamat dibrakot Ikhasur.

“Iya Ma’e… tadi Nif pas bangun laper, terus ke rumah Wiwi, maksudnya mau minta sarapan karena Ma’e belum mateng masak”, Nifisius memulai ceritanya sambil diobati luka-lukanya.

“Nif bikin susu coklat sama pas buka kulkas Wiwi ada snack, yaudah Nif makan… Wong rasanya gurih. Cocok lah sambil minum susu”.

“Lha enggak tau kenapa tiba-tiba Joe Taslim yang bangun tidur langsung menerkam tangan Nif sampe luka-luka kayak gini. Nif langsung kabur Ma’e..”..

“Oalah nak… Nasibmu koq sedih amat… Gara-gara minta sarapan, malah akhirnya dibrakot kucing”, bunda meratapi nasib Nifisius yang memang paling dimanja bunda di keluarga Senthir.  

Tak berselang lama, Wiwi datang ke rumah Senthir tentu dengan menenteng Joe Taslim. Kali ini kaki Joe Taslim diikat dan dicantelin di sebatang kayu dan dipanggul di pundak Wiwi.

“Nif… bar dibrakot Joe Taslim yaaaa..?... Kasian deh loh…”, Teriak Wiwi dengan ringan tanpa beban.

“Tak kandani yaaaa… Itu yang tadi kamu makan sambil minum susu itu makanannya Joe Taslim… Pantes aja dia kalap, wong makanannya mbok embat lho…”.

“Makanya jangan main embat aja, nanya dulu!”

Hening sesaat seisi rumah senthir. Terjawab sudah kehebohan pagi itu.
Ternyata Nifisius ngembat makanan kucing.. 
Miaaaauuuuwww…..
Tangerang, 19/04/14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

~ Di Ujung Lelah ~

tiba di ujung lelah dalam semu senyum atas pemaklumanku pergilah kini ke luas samudra yang engkau pilih tanpa aku di buritan kapalm...