Jumat, 16 Desember 2016

WASPADA! HIPNOTIS VIA TELPON

Kuawali cerita ini dengan memberikan motivasi kepada diri sendiri bahwa apa yang kualami bukanlah musibah atau kecelakaan atau apapun itu.

Tapi aku mensugestikan ke diriku bahwa ini adalah pelajaran luar biasa yang memang telah dipersiapkan Allah SWT – Tuhanku supaya aku lebih baik dalam segala hal.

Satu hal yang baru kusadari,  akhir-akhir ini memang kondisi imanku grafiknya sedang relatif turun dan sengaja atau tidak tapi aku memang merasa sedikit  jauh dari-Nya.

So, ini menjadi luar biasa serta menjadi bukti  betapa Dia selalu dekat dengan kita meski kita menjauh sekalipun.

Dan tentunya juga buat yang mampir dan menyempatkan diri sejenak membaca note ini, semoga tulisan ini ada manfaatnya khususnya buat teman-teman yang barangkali punya job yang mirip denganku atau setidaknya potensial mengalami hal yang sama.

Kemarin siang kurang lebih jam 2 atau 3 sore, masih di tengah kesibukan mengerjakan job rutin di kantor, telpon di meja berdering dan tanpa firasat apapun kuangkat gagang telpon dan ternyata suara salah satu teman kantor di divisi lain (purchasing) yang  mentransfer panggilan itu dan setelah telpon dia tutup tersambunglah aku  dengan sebuah suara di ujung sana, suara penelpon yang di telingaku teridentifikasi sebagai pria - sepertinya sih…  karena suaranya memang sangat pria dan mengaku memiliki nama yang lazim dipakai pria di Indonesia kita  tercinta ini - dan si pria inilah yang pada akhirnya baru kusadari sebagai  orang yang telah menghipnotisku via telepon.

“Mohon maaf, apakah benar saya sedang berbicara dengan divisi marketing?”, suaranya sangat sopan layaknya pegawai yang memang sudah terbiasa berkomunikasi dengan etika komunikasi kantor yang cukup baik.

“Benar pak, ada yang bisa kami bantu bapak? Mohon maaf dengan siapa saya bicara?”, jawabku dengan formal sesuai standard.

“Saya A*** (menyebut sebuah nama pria Indonesia) dari PT. ***** (menyebutkan nama sebuah perusahaan multi nasional yang memang kebetulan menjadi salah satu supplier di perusahaan tempatku bekerja).  Apakah benar saya sedang bicara dengan ****  (menyebut level posisi di divisiku)”, 

“Baik pak A**…  saya Didik, kebetulan saya sendiri pak.  Ada yang bisa dibantu pak?”

“Oh iya pak Didik. Jadi begini pak. Kebetulan di tempat kami sedang ada program ulang tahun perusahaan dan sekarang kami sekaligus promosi sedang membuat program membagikan kalender, buku agenda dan beberapa souvenir yang akan kami bagikan kepada supplier dan customer rekanan bisnis kami. Kami butuh nomor contact person dan nomor telepon customer perusahaan bapak.  Jadi… bla bla bla…. “ panjang sekali dia bicara menjelaskan maksud dia menelpon dan gaya bicaranya tanpa jeda seolah-olah dia hanya memberikan kesempatan kepada lawan bicara untuk menjadi pendengar dan tidak memberikan sedikitpun kesempatan kepada lawan bicara untuk menjawab atau menanggapi pembicaraanya.

Dan mungkin kalimat panjangnya itu adalah awal dia memberikan sugesti, hipnotis atau apalah namanya. Yang pasti setelah itu aku tetap berkomunikasi dengan si penelepon akan tetapi aku terasa digiring untuk mengikuti sugesti atau apapun yang dia katakan (ini baru kusadari di akhir-akhir cerita).

“Oh, baik pak. Boleh diinformasikan alamat emailnya pak? Supaya data bisa kami kirimkan via email saja”,  jawabku dengan tanpa beban.

Padahal,  database all customer itu tidak semua orang diperkenankan mengakses datanya karena itu merupakan salah satu rahasia perusahaan yang seharusnya menjadi salah satu tanggung jawabku untuk  merahasiakan.

Atau jikapun harus memberikan data kepada pihak lain, harus setelah ada verifikasi dari atasanku seperti standard kerja yang biasa aku lakukan.

“Maaf pak Didik. Boleh langsung disebutkan saja pak? Karena kebetulan ini saya langsung entry datanya di komputer supaya data bisa saya entry sekarang juga. Kalo saya harus tunggu email khawatir terlalu lama”,

“Baik pak. Saya coba bantu buka datanya dulu ya pak. Mohon ditunggu sebentar pak”, Gagang telepon kujepit dengan pundak dan leher kiriku dan kedua tanganku langsung beraksi di keyboard komputer di depanku mencari data-data yang diinginkannya.

“Hallo pak, silakan dicatat pak”, beberapa saat kemudian kami lanjutkan komunikasi. Anehnya ketika aku sebutkan nama-nama customer besar yang termasuk perusahaan multi nasional yang memproduksi brand-brand ternama dia menolak dengan alasan sudah punya datanya.

“Perusahaan yang kecil-kecil saja pak. Yang masih aktif tapi ordernya tidak terlalu banyak, khawatir nanti iri lagi pak. Dikira kami pilih kasih dan tidak memperhatikan perusahaan kecil”,  kilahnya diplomatis.

“Baiklah pak.. Silakan dicatat pak”, kemudian dengan sangat lancar dan tanpa hambatan apapun mulutku sudah nyerocos memberikan semua data-data contact person dan nomor telpon customer-customer. 

Beberapa saat kemudian data dari database kantorku sudah sukses tercopy paste via bibir seksiku ini.
Hemmm….. 

Pembicaraan selesai, aku lanjutkan aktifitas dan tak ada yang aneh di hari itu..



                                                                                                  *********


Siang tadi, aku baru mulai sadar dan memikirkan apa yang telah kulakukan kemarin? Ada apa denganku?
Beberapa kebodohan-kebodohanku seketika nongol semua di depan mata :

1. Yang telpon aku adalah supplier bahan baku dari produk yang diproduksi di perusahaan tempatku bekerja.  Fungsinya apa ketika dia berpromosi ke customer kami? Sampai akhir jaman juga tak mungkin customer kami membeli produk dia yang  jelas masih bahan baku, kecuali customer kami beralih memproduksi produk yang sama dengan kami as our competitor.

2. Menolak memberikan alamat email.  Logikanya akan lebih mudah menerima data sebagai file, tinggal print out atau copy paste, masukin data dia. Done!!.  

3. Hanya menginginkan data customer yang relatif kecil dan tidak terlalu dikenal public. Logikanya jika maksudnya adalah promosi, bukankah perusahaan besar lebih besar kesempatan promosinya.  Belakangan baru bisa kutebak sepertinya dia tidak berani “menipu” perusahaan besar yang pastinya memiliki standard dan system yang sudah rapi dan sulit ditembus, sementara perusahaan yang relatif kecil bisa ditembus karena system belum link dan banyak cela yang bisa dimasuki.

4. Mengapa dengan mudahnya aku memberikan data-data yang seharusnya sebagai rahasia perusahaan yang biasanya bisa kujaga sebagai sebuah bentuk tanggungjawab selama sekian tahun aku mengabdikan diri di kantor ini.

Dengan logika-logika yang menurutku semuanya aneh itu, akhirnya aku menelepon si teman kantor di divisi purchasing yang kemarin mentransfer panggilan telpon itu ke mejaku.
Begitu telpon diangkat langsung to the point aku klarifikasi menanyakan yang kemarin telpon itu siapa dan ternyata jawabannya langsung mebuatku shock.

“Aduh pak.. Itu penipu pak. Saya juga kena pak (maksudnya kena hipnotis juga-red). Data-data supplier kita saya kasih ke dia bahkan sampai dia menanyakan nominal jumlah tagihan supplier ke kita aja saya kasih semua pak. Dan hari ini supplier banyak yang telpon saya complain kenapa kita minta mereka transfer ke kita pak. Katanya ada seseorang yang menelpon mengaku pak *** (salah satu jajaran direksi kami) dan info bahwa hari ini kita buka giro tapi lebih bayar dari tagihan, jadi kelebihannya minta ditransfer” Jawabnya gemetar dan melanjutkan cerita beberapa modus lain yang dilakukan oleh si penipu itu untuk menipu para supplier kami.

Dan setelah mendengar penjelasan rekan kerjaku itu, langsung aku lupakan semua job yang lain dan segera fokus menelepon satu per satu seluruh customer yang kemarin telah kuinformasikan datanya ke tuan penipu itu. Tentu saja dibarengi dengan surat resmi tentang ini yang selanjutnya akan dikirimkan via email ataupun fax.

Hal pertama tentunya aku mohon maaf baik secara pribadi maupun atas nama perusahaan.

Setelahnya aku mohon mereka bantu pastikan tidak melayani apapun bentuk permintaan transfer atau permintaan di luar konteks hubungan bisnis atau setidaknya meminta konfirmasi secara resmi terlebih dahulu baik via email ataupun dokumen tertulis lainnya. 

Cukup beragam expresi yang kuterima. Ada yang berempati dan ikut mengutuk si tuan penipu ini, tapi ada juga yang secara tersirat mentertawakan kebodohanku. Beberapa yang kuhubungi bahkan mengaku memang ada penelpon yang mengatasnamakan kantor kami dan info bahwa kami ada kelebihan pengiriman barang lebih dari PO dan kelebihan tersebut harus dibayar cash hari ini juga. 

Tapi kebetulan customer cerdas dan langsung konfirmasi ke kami karena seperti ada yang aneh secara belum pernah terjadi kasus seperti ini sebelumnya.

Finally, memang belum ada kerugian secara financial dari kebodohan yang kulakukan ini. Tapi nama baik perusahaan dan juga nama baik para pimpinan di jajaran direksi di perusahaan tentu sangat terganggu karena si penelpon ini mengaku sebagai beberapa nama direksi di perusahaan ini yang entah dia dapatkan dari mana.

Dan secara performance-ku di kantor, tentu saja ini adalah sebuah nilai minus dan layak mendapat teguran  seperti yang tadi kudapatkan, meskipun setelah kujelaskan semuanya dan kemungkinan ini adalah penipuan bermodus hipnotis, atasan juga sepertinya bisa menerima penjelasanku. 

Dan sungguh ini pelajaran berharga karena setelah hal ini kuceritakan kepada beberapa sahabatku, mereka membenarkan bahwa hipnotis via telephone itu memang bisa dan ada, bahkan salah satu sahabatku juga pernah menjadi korban hipnotis via telpon ini dan mentransfer sejumlah uang kepada si penelepon, sementara sahabatku yang lain mengatakan bahwa hal ini kemungkinan disebabkan karena pikiran blank sehingga mudah untuk dipengaruhi alam bawah sadarnya.

Sahabatku menyarankan untuk tidak mengosongkan pikiran dan berusaha ingat untuk selalu membaca Basmalah saat mengawali hari, bahkan setiap mengangkat telepon.

Terimakasih untuk sahabat-sahabatku yang sudah berempati dan menjadi teman curhatku sepanjang hari tadi…

 
Tangerang 19/09/2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

~ Di Ujung Lelah ~

tiba di ujung lelah dalam semu senyum atas pemaklumanku pergilah kini ke luas samudra yang engkau pilih tanpa aku di buritan kapalm...