Wahai tuan serigala..
Kemanakah hilangnya
Nyala lentera kesabaran di ujung hatiku untuk engkau?
Kemarin pagi..
Saat masih tersisa gelap dan bening embun malam
Aku masih bisa menyaksikan nyalanya
Meski kurasakan mulai meredup..
Dan kini
Nyala itu sudah benar-benar punah
Tanpa sisa
Perlahan tapi pasti
Telah berubah warna menjadi bara dendam
Yang panas memerah
Letih mungkin
Atau bosan?
Ah..
Entahlah tuan serigala..
Rasanya tak ingin lagi aku menerjemahkan ini semua..
Gemeletuk gigi taringmu
Sorot merah matamu dulu
Saat mati-matian membela serigala kecilmu yang kumusuhi itu..
Hadir kembali menari di hadapku
Kini baru engkau rasakan
Betapa serigala kecilmu
Telah berubah menerkammu dengan taringnya
Yang bahkan lebih tajam dari taringmu
Yang kini mulai menumpul digerogoti usia…
Dan pagi tadi…
Dengan peluh ketakutan engkau mengetuk
Pintu rumah sederhanaku yang lama tenang tak terusik…
Engkau menangis, memohon, meratap, menyesal.
Dan aku?
Ahaayyy....! aku terbahak..
Aku terbahak bukan karena ku tak mendengar ratapmu wahai tuan…
Tapi aku terbahak senang
Sebab aku merasa menang melihatmu meratap sepertiku dulu
Pergilah tuan serigala renta…
Pergilah jauh dari sini…
Bahkan saat suatu ketika
Saat serigala kecilmu akan mencabikmu
Mungkin tawaku akan semakin terbahak..
Jangan pernah engkau harapkan
Satu titik saja air mata ini jatuh..
Tuk menangisi darah segar
Yang mengalir deras dari tubuhmu
Karena cabikan serigala kecilmu…
Bidara Village, 07 Juli 2011
* Saat sabar berubah menjadi dendam *
Kemanakah hilangnya
Nyala lentera kesabaran di ujung hatiku untuk engkau?
Kemarin pagi..
Saat masih tersisa gelap dan bening embun malam
Aku masih bisa menyaksikan nyalanya
Meski kurasakan mulai meredup..
Dan kini
Nyala itu sudah benar-benar punah
Tanpa sisa
Perlahan tapi pasti
Telah berubah warna menjadi bara dendam
Yang panas memerah
Letih mungkin
Atau bosan?
Ah..
Entahlah tuan serigala..
Rasanya tak ingin lagi aku menerjemahkan ini semua..
Gemeletuk gigi taringmu
Sorot merah matamu dulu
Saat mati-matian membela serigala kecilmu yang kumusuhi itu..
Hadir kembali menari di hadapku
Kini baru engkau rasakan
Betapa serigala kecilmu
Telah berubah menerkammu dengan taringnya
Yang bahkan lebih tajam dari taringmu
Yang kini mulai menumpul digerogoti usia…
Dan pagi tadi…
Dengan peluh ketakutan engkau mengetuk
Pintu rumah sederhanaku yang lama tenang tak terusik…
Engkau menangis, memohon, meratap, menyesal.
Dan aku?
Ahaayyy....! aku terbahak..
Aku terbahak bukan karena ku tak mendengar ratapmu wahai tuan…
Tapi aku terbahak senang
Sebab aku merasa menang melihatmu meratap sepertiku dulu
Pergilah tuan serigala renta…
Pergilah jauh dari sini…
Bahkan saat suatu ketika
Saat serigala kecilmu akan mencabikmu
Mungkin tawaku akan semakin terbahak..
Jangan pernah engkau harapkan
Satu titik saja air mata ini jatuh..
Tuk menangisi darah segar
Yang mengalir deras dari tubuhmu
Karena cabikan serigala kecilmu…
Bidara Village, 07 Juli 2011
* Saat sabar berubah menjadi dendam *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar